Penundaan Pemilu?

Oleh: Prof. Dr. Maswadi Rauf, MA
Guru Besar Ilmu Politik FISIP UI dan Dewan Penasehat PP AIPI
Periode 2008-2011

Baru sekali ini dalam sejarah penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) di Indonesia terdengar suara-suara yang menginginkan penundaan penyelenggaraan pemilu.

Keinginan tersebut terlontar karena kekecewaan terhadap daftar pemilih tetap (DPT). DPT tersebut dianggap bermasalah dan timbul kekhawatiran bahwa banyak pemilih yang tidak terdaftar sehingga tidak bisa mengikuti Pemilu 2009. Selain itu, banyak juga nama yang terdaftar tidak jelas status kependudukan mereka. Tentu saja ada kecurigaan bahwa ada yang bermain di balik kemelut DPT itu untuk kepentingan politik masing-masing.

Bisa saja DPT itu diubah oleh pihak-pihak tertentu sehingga para pendukung parpol bertambah jumlahnya, sedangkan para pemilih yang diperkirakan tidak mendukung dihilangkan dari DPT. Kecurigaan terhadap DPT juga bisa ditimbulkan oleh tidak akuratnya data penduduk di setiap desa dan kelurahan di Indonesia sehingga terjadi ketidakjelasan kependudukan yang berakibat buruk bagi DPT.

Konsekuensi Penundaan Pemilu
Penundaan pemilu adalah masalah yang sangat serius. Bahkan Orde Baru pun tidak pernah membicarakan kemungkinan penundaan pemilu karena bagi Orde Baru, pemilu adalah simbol diwujudkannya demokrasi di Indonesia.

Memang terjadi penundaan waktu penyelenggaraan pemilu pada 1977 yang seharusnya diselenggarakan pada 1976, lima tahun setelah Pemilu 1971. Penundaan tersebut dapat dimaklumi karena penyelenggaraan pemilu kedua tersebut cukup rumit dan kurangnya pengalaman pemerintah Orde Baru dalam menyelenggarakan pemilu.

Penundaan pemilu merupakan masalah serius karena terkait dengan kualitas Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pemerintah.Bila pemilu ditunda, nama KPU dan pemerintah akan tercemar karena dianggap tidak mampu menyelenggarakan pemilu secara teratur. Kalau tertunda, baru sekali ini di bawah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBYJK) pemilu di Indonesia tertunda. Para pejabat tersebut perlu mendapat penghargaan Muri (Museum Rekor Indonesia) atau Guinness Book of World Records jika benar terjadi.

Karena penundaan tersebut merupakan rekor baru dalam sejarah politik Indonesia modern. Tentu saja namanama anggota KPU akan tercatat sepanjang sejarah Indonesia sebagai tokoh-tokoh yang tidak becus mengurus penyelenggaraan pemilu. Para pejabat pemerintah, mulai dari SBY sampai Menteri Dalam Negeri, juga tercatat sebagai para penjabat negara yang gagal dalam melaksanakan pemilu sesuai dengan jadwal yang sudah disepakati semua.

Yang lebih parah adalah munculnya tuduhan bahwa dengan tertundanya pemilu, pemerintah dan KPU tidak secara sungguh-sungguh mempersiapkan penyelenggaraan pemilu karena tidak ada niat yang tulus untuk menyelenggarakan pemilu. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai tidak adanya keinginan untuk menyelenggarakan demokrasi yang sudah dilaksanakan dengan susah payah dalam waktu 10 tahun terakhir ini.

Tuduhan ini tentu saja akan mencoreng citra demokrasi yang dimiliki Indonesia yang telah diakui oleh dunia. Indonesia akan menjadi bahan pergunjingan dunia internasional karena pada akhirnya tidak mampu menyelenggarakan pemilu yang tadinya menjadi cita-cita bangsa Indonesia.

Kekisruhan DPT
Kemungkinan penyebab kekisruhan DPT bukanlah permainan politik, tapi lebih pada kelemahan dalam manajemen (pengelolaan) data kependudukan. Tentu saja bisa muncul tuduhan bahwa penambahan nama pemilih dalam jumlah besar atau hilangnya sejumlah nama pemilih dalam DPT disebabkan oleh perbuatan parpol tertentu.

Namun bila dilihat lebih dalam, kecil sekali kemungkinan parpol bermain dalam kekisruhan DPT. Bagaimana mungkin kader-kader parpol tertentu bisa bermain dalam menghapuskan dan menambah sejumlah nama dalam DPT karena hal tersebut harus melalui para pejabat Departemen Dalam Negeri (Depdagri) sampai ke desa/kelurahan. Apakah mungkin pejabat-pejabat yang paling bawah mengubah DPT secara sepakat untuk kepentingan parpol tertentu.

Rasanya hal ini tidak mungkin karena tidak ada lagi parpol tunggal yang didukung oleh para birokrat seperti masa Orde Baru (Golkar). Jadi sekarang ini banyak parpol yang ada sehingga tidak ada kekompakan para pejabat tersebut dalam memberikan dukungan kepada satu parpol. Kemungkinan yang lebih besar adalah kesalahan dalam pengelolaan data kependudukan.

Bangsa Indonesia sudah lama terkenal lemah dalam hal manajemen. Sebenarnya krisis ekonomi disebabkan lemahnya manajemen pemerintahan sehingga korupsi meluas dan pemborosan terjadi di mana-mana. Banyak yang mengatakan bila kemampuan manajerial bangsa Indonesia tinggi, korupsi tidak akan marak dan kemiskinan akan dapat dengan mudah diperkecil mengingat besarnya kekayaan bumi Indonesia. Oleh karena itu, Depdagri mempunyai tanggung jawab yang besar dalam menyusun data kependudukan yang akurat.

Hal ini memerlukan ketekunan dan perhatian yang lebih besar dari para pejabat Depdagri yang terkait dengan kependudukan. Mereka inilah yang seharusnya mengembangkan keterampilan manajerial dalam pengelolaan data kependudukan di Indonesia. Kewajiban KPU adalah memutakhirkan data tersebut setelah diserahkan ke KPU. Harus diakui bahwa data kependudukan (khususnya data pemilih) adalah salah satu jenis data yang sangat sulit dikelola.

Di samping jumlahnya yang amat besar, data penduduk mengalami perubahan setiap hari karena banyak warga yang mempunyai hak pilih yang meninggal, pindah, atau tidak berada di tempat dalam waktu-waktu tertentu yang mungkin tidak tercatat. Ditambah lagi dengan tidak banyaknya perbaikan data pemilih yang dilakukan KPU. Oleh karena itu dapat dimengerti bila DPT mengalami kekisruhan.

Reaksi Berlebihan
Diharapkan reaksi terhadap DPT yang kisruh tersebut tidak berlebihan seperti tuntutan penundaan pemilu karena kekisruhan DPT tidaklah terlalu parah. Para politikus harus melihat lebih banyak dari sudut kelemahan dalam pengelolaan data kependudukan. Kecurigaan adanya permainan politik dari orang-orang tertentu perlu dikurangi karena alasannya kurang kuat.

Namun juga diharapkan kepada KPU untuk sedapat mungkin melakukan pemutakhiran data pemilih sesuai dengan waktu dan kesempatan yang tersedia untuk mengurangi kekecewaan terhadap DPT. Juga jangan ada parpol setelah Pemilu 2009 yang menolak hasil pemilu yang tidak memuaskan parpol tersebut dengan alasan DPT yang tidak akurat.

Hal ini hanyalah perwujudan dari sikap yang tidak mau menerima kekalahan dan mencari kambing hitam dari kekalahan. Padahal kekalahan dalam pemilu lebih banyak disebabkan ketidakmampuan parpol dan tokoh-tokoh nya untuk menarik simpati para pemilih.(*)

Seputar Indonesia, Senin 23 Maret 2009

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/223241/

0 Responses to “Penundaan Pemilu?”



  1. Leave a Comment

Leave a comment




Joint at Milist AIPI

Publikasi-Publikasi AIPI
















Jejak Pengunjung

Kalender

March 2009
M T W T F S S
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
3031